, , ,

Refleksi 17 Tahun Reformasi dan Gerakan Mahasiswa

17.59

Hampir dua dekade reformasi berjalan diindonesia. Tepat 17 tahun perayaan sebuah perjuangan yang dipelopori oleh mahasiswa yang berhasil menumbangkan rezim 32 tahun. Para orator jalanan yang dulu berteriak dengan lantang saat ini sudah berpindah kedalam gedung yang dulu mereka duduki. Perjuangan panjang yang dimulai semenjak anjloknya rupiah, mahalnya harga bahan pokok dan hutang Negara yang tak kunjung usai. Reformasi tadinya menjadi sebuah harapan baru dengan sistem demokrasinya yang melibatkan rakyat dalam kebijakkan penentuan kepala pemerintahan baik tingkat kota sampai tingkat Negara. Namun, apakah demokrasi membuka lembaran baru bagi kesejahteraan  indonesia? Sebuah pertanyaan besar yang sampai saat ini ternyata masih jauh dari kata sejahtera.

Mereka yang dulu berteriak lantang dengan balutan warna warni almamater saat ini berubah menjadi ciut seolah lupa dengan apa yang mereka teriakkan 17 tahun lalu. Duduk dikursi nyaman dan mobil mewah menjadikan mereka tak lebih dari sekedar preman-preman berdasi yang engan turun berpeluh keringat bersama masyarakat seperti 17 tahun lalu. Inikah buah aksi 17 tahun lalu? Demokrasi yang menjadi tujuan hanya membuka pintu kebebasan berekspresi politik secara formalitas, bukan secara substansial. Seolah demokrasi hanya menajadi tameng melangengkan kekuasaan secara kolektif dengan cara-cara yang jauh dari kata beradab.

Mahasiswa sebagai aktor jalanan memang mempunyai peran cukup signifikan dalam mengiring opini public dengan aksi masanya. Menjadi cadangan kekuatan masa depan, kontrol sosial dan agen perubahan menjadi fungsi mahasiswa seutuhnya. Momentum reformasi dirayakan setiap tahun bak pagelaran, yang siap mengevaluasi setiap pemimpin yang sedang berkuasa. Tidak lebih dari sekedar formalitas semata mahasiswa turun aksi untuk menyampaikan pendapat dan kritiknya terhadap pemerintah saat ini. Reformasi merupakan refleksi perjuangan masa lalu karena sampai saat ini mahasiswa belum lagi menemukan momentumnya untuk membuat sejarah.

Melihat kebelakang 1905-1928 merupakan momentum yang diciptakan oleh para penggagas bangsa ini dan mengeluarkan sebuah gagasan dengan sumpah pemudanya. Setelah itu dilanjutkan dengan 1945 ketika pada masa tersebut lahir momentum kemerdekaan untuk indonesia. Rentetan sejarah panjang pembangunan bangsa indonesia memiliki momentumnya sendiri untuk membuat sejarah dizamannya. Inilah yang menjadikan indonesia terus berkembang dari masa kemasa. Kemudian masuk di tahun 1960 tidak asing nama So Hok Gie menjadi ujung tombak mahasiswa untuk mengkritik soekarno karena dianggap telah melakukan penyelewengan dalam beberapa kebijakkan. Nama dan semangatnya masih terdengar sampai saat ini meskipun jasadnya telah hilang di mahameru pada 1969 silam. Inilah yang dinamankan dengan periode sejarah disetiap zaman ketika mampu mengeluarkan sosok-sosok yang jiwanya  patut dikenang walau jasad telah tiada.

Beralih ke era 1974 saat meletusnya peristiwa malari  (Malapetaka Limabelas Januari)  sebagai momentum pertama terhadap perlawanan orde baru. Sosok Hariman Siregar muncul dan dituduh sebagai dalang peristiwa malari yang meghadang kedatangan Ketua Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI) lembaga pemodal asing bentukan Amerika Serikat, Jan P Pronk. Perjuangan itu menunjukkan bahwa turunnya orde baru merupakkan perjuangan panjang sampai akhirnya momentum tersebut jatuh pada aksi reformasi 1998. Sebuah momentum merupakan perjalanan panjang yang akan mencapai tujuannya pada masa akan datang inilah yang dinamakan perjuangan. Munculnya sejumlah tokoh muda 1998 seperti Fadlizon, Budiman Sudjadmiko, Fahri Hamzah dan yang lainnya harapannya mampu membawa perubahan ketika saat ini duduk menjadi wakil rakyat di DPR. Namun, sayangnya situasi seolah tidak jauh berbeda hanya kemasan demokrasi saja yang saat ini menjadi lapisan wajah politik yang katanya dari rakyat untuk rakyat dan bebas berpendapat.

Hal ini tentunya menjadi sangat memprihatinkan melihat wajah indonesia yang diperjuangkan beberapa tahun lalu tidak membuka ruang kesejahteraan, namun hanya sekedar membuka sebuah sistem yang dulunya tertutup saat ini menjadi terbuka. Memang setiap fase zaman memiliki perubahan yang signifikan, namun sayangnya Indonesia masih jauh dari kata sejahtera. Inilah yang seharusnya mampu dilihat dan diperjuangkan oleh mahasiswa saat ini ketika kita melakukan refleksi Reformasi memikirkan bagaimana membangun sistem yang bukan hanya sebagai tindakan separatis namun, mampu membangun sistem ideal bagi kesejahteraan bangsa Indonesia. Jalanan memang identik dengan mahasiswa, masa besar orasi yang begitu mengebu menjadikan sebagai identitas mahasiswa, terutama bagi para ketua BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) yang merupakan perwakilan suara mahasiswa disetiap kampus. Amat disayangkan jika aksi yang dilaukan hanya sebatas pagelaran dan triatrial semata tanpa tau esensi suara mahasiswa yang dibawa.

Terbukanya era demokrasi secara utuh terjadi ketika kepemimpinan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) yang saat itu mutlak dipilih oleh rakyat hingga dua periode. Disinilah sebenarnya timbul sebuah fase dan tantangan baru dimana ternyata muncul sebuah era baru yakni politik pencitraan. Komunikasi politik yang cukup apik mampu mengubah persepsi masyarakat dalam menentukan pilihan. Disinilah ternyata awal mula tantangan baru ketika sistem demokrasi menjadi gerbang terbukanya sebuah sistem yakni politik pencitraan. Masuknya faktor baru dalam pilar demokrasi yakni media menjadi tantangan tersendiri pada fase ini. Media hadir sebagai sebuah sarana bagi berbagai aksi dan mampu mengubah persepsi dan kemudian menjadi pertimbangan bagi rakyat untuk menentukan pilihan, mulai dari pemilihan tingkat kota sampai pemilihan tingkat Negara sekelas presiden. Sebuah persepsi muncul bahwa siapa yang menguasai media dia yang akan menguasai opini, dan dia yang menguasai opini maka bebas menetukan opini apa yang dibuat tanpa memikirkan etika jurnalistik dan norma-norma pemberitaan. Tantangan inilah yang seharusnya mampu ditangkap oleh mahasiswa mengingat refleksi 17 tahun reformasi.

Kekuatan media dan politik pencitraan makin menjadi kuat ketika muncul saat ini sosok “Ksatria Piningit” Jokowi yang berhasil mengalahkan rivalnya yakni Prabowo. Sangat kental dengan berbagai pencitraan yang dibentuk namun, strategi yang digunakan lebih substantive yakni dengan melibatkan para relawan untuk bekerja membangun pencitraan public. Media sosial untuk saat ini mengambil alih semua persepsi masyarakat. Seiring berkembangnya gadget yang mampu memfasilitasi berbagai aktifitas media sosial tidak heran jika saat ini masing-masing orang bebas berpendapat dan mengeluarkan opininya. Inilah tantangan baru di era millennium yang melibatkan media kedalam salah satu pilar demokrasi. Tentunya dalam hal ini mahasiswa diharapkan mampu membaca situasi sebagai sebuah referensi sebelum melakukan aksi bahwasannya, saat ini sudah menjadi rahasia umum media dipertanyakan tentang independensinya.

Realita yang terjadi tentang kondisi politik dan refleksi gerakan mahasiswa membawa kita kepada sebuah kesimpulan bahwasannya tantangan mahasiswa saat ini dituntut bukan hanya mampu turun dijalan namun, menyiapkan kajian dan gagasan strategis yang substansial dalam melakukan kritik membangun terhadap pemerintahan. Diundangnya para presiden BEM beberapa hari lalu menajdi sebuah wajah bahwa pemerintah tau apa yang seharusnya mereka lakukan melihat gelombang besar akan terjadi pada peringatan 17 tahun reformasi. Komunikasi ini pernah dilangsungkan ketika pemindahan pasar disolo. Politik diatas meja makan, meskipun diklaim bahwa mahasiswa tetap melakukan aksinya untuk memperingati reformasi. Walaupun, memang menurunkan presiden bukan opsi yang dipilih namun, sebuah harapan besar masyarakat bahwa harapan perubahan sistem saat ini ada ditangan mahasiswa untuk berinovasi menyuarakan pendapat. Jika dulu aksi masa menjadi andalan mahasiswa dengan tujuan menurunkan pemimpin, namun saat ini pola tersebut harus mampu diubah tanpa menghilangkan esesi dan karakter mahasiswa. Subatansi gerakkan sangat diperlukan saat ini bukan hanya pegelaran dan prosedural semata yang mampu mengubah kebijakan pemimpin Negara saat ini.

You Might Also Like

0 komentar

SUBSCRIBE NEWSLETTER

Get an email of every new post! We'll never share your address.

Popular Posts