, , ,

Menduga Sebab KM Marina Baru 2B Karam

18.56

JMOL. Seperti kita ketahui, KM Marina Baru 2B tenggelam di perairan Teluk Bone pada Sabtu (19/12) sekitar pukul 13.00 Wita. Kapal tersebut berangkat dari Pelabuhan Lasusua, Kab. Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara, menuju Pelabuhan Siwa, Kab. Wajo, Sulawesi Selatan. Berdasarkan manifes, jumlah penumpang sebanyak 118 orang, yang terdiri 106 penumpang umum, 10 anak buah kapal, dan dua penjaga kantin kapal.

KM Marina Baru 2B adalah jenis kapal cepat berbahan fiber. Kapal tenggelam pada posisi 12 mil dari Pelabuhan Lasusua setelah mengalami cuaca buruk dengan tinggi gelombang mencapai lima meter. Menurut informasi sementara yang berhasil dihimpun Redaksi, kapal mengalami kebocoran pada lambung.

Tanpa bermaksud mendahului investigasi oleh KNKT, Redaksi mewawancarai beberapa pihak untuk memprediksi apa yang sesungguhnya terjadi pada peristiwa yang menewaskan puluhan orang tersebut.

Bahan Fiber, Cuaca dan Syahbandar

Dalam sebuah kecelakaan kapal, syahbandar dan nakhoda adalah dua pihak yang paling bertanggungjawab. Faktor penting lainnya adalah cuaca.

Kesesuaian material atau bahan kapal (dalam kasus ini bahan Fiber) dengan batasan pengoperasiannya sebenarnya sudah diatur oleh IMO dalam HSC Code dan diratifikasi oleh pemerintah Indonesia sebagai anggota IMO.

Bahkan BKI, klas milik Indonesia sudah memiliki regulasi yang disebut Rules Fibreglass Reinforced Plastic Vessels. Aturan tersebut meliputi masalah konstruksi, seperti material, cara penyambungan, konstruksi sekat kedap, tangki, geladak, kekuatan kapal, permesinan, kelistrikan, dan lain-lain.

Siswanto Rusdi dari NAMARIN berpendapat kapal cepat dengan material fiber seharusnya mengikuti HSC Code. Jenis High Speed Craft seperti KM Marina Baru 2B yang karam tersebut seharusnya dilarang beroperasi di laut lepas atau laut dengan karakteristik gelombang tinggi seperti Teluk Bone.

“Selain itu, sesuai HSC Code, kapal cepat fiber hanya diperbolehkan melaut paling lama empat jam, ini karena bahan fiber tidak sekuat baja”. jelas Rusdi.

Sementara Achmad Fadjar dari PORMAR-ITS, lebih mencurigai faktor cuaca menjadi penyebab utama. Menurut Fadjar, KM Marina Baru 2B sebenarnya cuma menyeberang Teluk Bone, tidak melalui laut terbuka seperti Laut Jawa.

Fadjar mengakui bahwa cuaca di Teluk Bone tergolong ekstrim. Perubahan cuaca bisa berlangsung dengan cepat. Selain itu, nampaknya tidak ada data yang memadai tentang arus dan ombak di Teluk Bone.

“Jika benar saat itu gelombang setinggi lima meter, saya kira kapal dengan jenis material apapun akan bermasalah”. ungkap Fadjar.

Namun menurut Fadjar, syahbandar setempat dan Nahkoda seharusnya memahami karakteristik alur pelayaran di Teluk Bone, sehingga dapat membuat prediksi dan mengambil keputusan yang tepat.

Konstruksi atas kapal juga berpengaruh pada saat terjadi kecelakaan. Namun menurut Fadjar, jika alat keselamatan lengkap dan disosialisasikan sesuai standar SOLAS, seharusnya korban jiwa tidak sebanyak ini.

“Saya menduga ada masalah pada akses keluar dari kabin penumpang sehingga menyebabkan banyak penumpang terjebak pada saat kapal mulai tenggelam”. jelas Fadjar.

Ahlan Zulfakhri, sekjen APMI menjelaskan bahwa pertimbangan pemilihan bahan sebuah kapal umumnya dilatarbelakangi oleh fungsi kapal tersebut.

“Saya kira syahbandar dan Hubla (Ditjen Perhubungan Laut – Kemenhub) sudah mengetahui tentang itu. Pada SOLAS atau Peraturan BKI Volume II tentang konstruksi kapal juga diterangkan soal hal tersebut”, jelas Ahlan.

Untuk itu, Ahlan mendesak pemerintah, cq Kemenhub untuk menegaskan implementasi peraturan mengenai penggunaan bahan kapal sesuai dengan fungsi kapal dan alur pelayaran yang diperbolehkan untuk jenis kapal tersebut.

Walau masih menunggu hasil investigasi KNKT, ketiga narasumber sependapat bahwa syahbandar sepatutnya menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas karamnya KM Marina Baru 2B tersebut.

Tidak sedikit kapal cepat penumpang (high speed passenger vessel) berbahan non ferros (bukan baja) yang kini beroperasi di perairan Indonesia. Sudah saatnya Kemenhub sebagai otoritas keselamatan pelayaran untuk memastikan terpenuhinya HSC Code secara menyeluruh, dari hulu (desain dan pembangunan) hingga pengoperasian.

Ingatlah, keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.
Sumber: http://jurnalmaritim.com/

You Might Also Like

0 komentar

SUBSCRIBE NEWSLETTER

Get an email of every new post! We'll never share your address.

Popular Posts