, ,

Evaluasi Kebijakkan Menko Maritim, Menuju Poros Maritim Dunia

19.18

Menjadi kekuatan maritim dunia memang bukan perkara mudah. Indonesia memang diakui harus banyak berbenah dalam menangani berbagai permasalahan maritim yang timbul. Namun, upaya kerja keras pemerintah dalam mewujudkan terwujudnya poros maritim dunia perlu diapresiasi. Hal tersebut terlihat dengan dengan upaya yang dilakukan untuk menurunkan dwelling time yakni waktu tunggu dipelabuhan yang sebelumnya 14 hari, menjadi 4, 7 hari. Tentunya capaian yang perlu diberikan apresiasi mengingat belu genap satu tahun menkomaritim mengisi cabinet kerja perubahan yang cukup signifikan mulai ditunjukkan. Pasalnya penurunan dwelling time dapat menghemat menghemat Rp700 triliun.

Dari data yang diperoleh dari world bank business report 2014 menunjukkan bahwa untuk waktu export yang dilakukan indonesia sebesar 17 hari, dan untuk import sebesar 23 hari. Jika kita bandingkan dengan Malaysia tentunya cukup jauh berbeda yang hanya 11 hari untuk eksport dan 8 hari untuk import.  Tetunya dengan kebijakkan yang sejauh ini dikeluarkan oleh menkomaritim dampak positif bagi dunia pelayaran sudah mulai terlihat. Disamping itu yang perlu mendapatkan perhatian dalam pengurusan jumlah dokumen jika membandingkan beberapa Negara di asean seperti Malaysia, Thailand, dan singapura, Indonesia merupakkan Negara dengan pengurusan dokumen paling lama dalam terutama dalam pengurusan dokumen import yakni mencapai 8 item. Sedangkan singapura hanya 3 item ini menjadi pekerjaan rumah terhdap kebijakkan yang akan dikeluarkan.


Selain dari kebijakkan yang dikeluarkan dukungan dari berbagai elemen juga sangat dibutuhkan, pasalnya pendataan yang dikeluarkan oleh Global Business Guide. Bahwa indonesia saat ini masih hanya bergantung kepada tanjung priok untuk eksport dan import. Tanjung priok menangung dua pertiga dari aktifitas eksport dan import yang ada di Indonesia. Hadirnya perencanaan Kuala Tanjung pada 2018 diharapkan mampu meningkatkan produktifitas ekspor impor di Indonesia. Terutama jika kita melihat bahwa Kuala Tanjung yang terletak di Sumatera direncanakan sebagai pintu gerbang perdagangan Indonesia wilayah Barat (International Hub Port) sekaligus menjadi pelabuhan transit kapal-kapal niaga internasional di selat Malaka menyaingi Singapura.

Disamping tentang penambahan infrastruktur fasilitas pelabuhan serta pembangunan pelabuhan baru yang turut menjadi perhatian guna meningkatkan kapasistas pelabuhan indonesia adalah cost import dan eksport. Ketika kita berkaca pada pendataan 2014 bahwasannya untuk coast import indonesia hingga mencapai 660 US$ per container dan untuk cost eksport mencapai 615 US$ per container. Angka ini sangat tinggi sekali dibandingkan dengan pelayanan fasilitas pelabuhan yang didapatkan. Berbanding terbalik dengan Singapura yang hanya menetapkan cost import sebesar 440 US$ per container dan untuk eksport sebesar 460 US$ per container, tentunya dengan lama pelayanan waktu import 4 hari dan eksport 6 hari. Tentunya dari data tersebut menjelaskan bahwa pelayanan pelabuhan singapura cost rendah dan pelayanan cepat. Pantas jika sampai saat ini pelabuhan singapura merupakkan pelabuhan tersbuk didunia dan menempati urutan pertama dalam urutan rangking Trading Accros Borders Rank yang dirilis oleh Global Business Guide.

Beberapa catatan yang mempengaruhi aktifitas pelayaran dan perkapalan indonesia sebagai berikut,

Pelabuhan
Indonesia memilki lebih dari 100 pelabuhan komersial, namun hanya melayani untuk keterbutuhan kecil didalam negeri. Kemudian hanya sedikit yang memilki faslitas peti kemas. Selanjutnya Indonesia kekurangan pelabuhan besar yang mampu menerima kapal antar samudera. Data 2014 menunjukkan bahwa pertahun indonesia hanya mampu menempatkan kapasitas pelabuhan sebesar 5 juta TEU’s, artinya sangat jauh dengan kapasitas yang dimilki singapura sebesar lebih dari 31 juta TEU’s pertahun. Tentunya jika indonesia ingin meningkatkan produktifitas pelabuhan dan bersaing dengan singapura, Indonesia harus mampu memiliki kapasitas penyimpanan pelabuhan di atas angka 31 juta TEU’s pertahun.

Kapal
Peningkatan permintaan, terutama untuk pengiriman domestik, telah memicu peningkatan besar dalam armada komersial di Indonesia: dari 6.041 kapal pada Maret 2005 untuk 12.536 pada bulan Juli 2013, menurut Indonesian National Ship owner Association (INSA). Meningkatnya jumlah kapal tiga kali lipat kapasitas total volume yang dari gross tonnage (GT) 5,67 juta pada 2005 sampai 17.89 juta GT pada bulan Juli 2013. Keuntungan pelayaran nasional dari  asas cabotage dalam Undang-Undang Nomor 17/2008 tentang Pelayaran, yang berisikan peraturan untuk pelayaran domestik kapal berbendera Indonesia dengan kru Indonesia. Namun, Peraturan Pemerintah 22/2011 memungkinkan pembebasan dari asas cabotage berkaitan dengan layanan transportasi untuk industri minyak dan gas lepas pantai, Di mana negara masih sangat bergantung pada perusahaan-perusahaan asing. Kegiatan perusahaan asing dapat menyediakan, selama tidak ada perusahaan Indonesia yang tersedia, seperti minyak dan gas survei, konstruksi lepas pantai dan dukungan untuk operasi lepas pantai, serta pengerukan dan penyelamatan dan pekerjaan di bawah air. Sebenarnya ini adalah peluag pasar yang sangat baik, karena pemerintah berusaha untuk meningkatkan eksplorasi dan produksi lepas pantai,  ini merupakkan peluang bisnis yang cukup substansial bertumbuh di Indonesia beberapa tahun yang akan datang. Asas cabotage yang berjalan di Indonesia hanya sebatas berlaku pada dunia pelayaran sedangkan aktifitas oil and gas masih banyak yang bergantung pada asing. Jika kita melihat prospek kedepan oil and gas di indonesia merupakkan bisnis yang sangat berkembang.

Galangan Kapal
Kapasitas Indonesia untuk pembangunan dan perbaikan kapal tidak serasi karakter geografis negara itu sebagai negara kepulauan di tengah perairan tersibuk di kawasan yang berkembang pesat di Asia Tenggara. Idealnya, kapasitas galangan kapal akan tumbuh seiring dengan bisnis perkapalan, tapi itu belum terjadi di Indonesia. Sekitar 200 galangan kapal di dalam negeri memiliki kapasitas bangunan baru tahunan gabungan sekitar 800.000 ton (DWT) dan kapasitas pemeliharaan 10 juta DWT. Sementara angka-angka mewakili peningkatan yang signifikan selama beberapa tahun terakhir, mereka gagal untuk mengakomodasi kebutuhan armada nasional tumbuh, karena banyak galangan kapal yang tidak mempunyai kapasitas untuk menampung kapal-kapal besar. Batam-Bintan-Karimun Free Trade Zone (FTZ) berkembang menjadi pusat pembuatan kapal, memanfaatkan kedekatannya dengan pusat keuangan Singapura, dimana banyak dari dari investor berarasal. Hal ini tentunya tidak selaras dengan perencanaan bahwa kondisi Free Trade Zone digunakkan oleh orng-orang singapura melihat bahwa kawasan batam dan bintan merupakkan kawasan yang bebas pajak. Inilah yang menjadi evaluasi besar bahwa seharusnya yang mampu mengembangkan industry jasa maritim adalah pebisnis lokal, bukan dari Negara lain.

Perjuangan menuju poros maritim dunia masih sangat panjang. Walaupun beberapa kebijakkan yang telah dikeluarkan pemeriintah sudah membawa angina segar bagi tumbuhnya industry maritim di dalam negeri, yakni baik dari segi pelayaran maupu fasilitas penyangga seperti jasa maritim dan lain sebagainya. Harapannya kedepan Indonesia mampu berbicara banyak dalam perkembangan kemaritiman dunia.

Sumber :
http://www.gbgindonesia.com/en/services/article/2014/indonesia_s_shipping_andamp_shipyard_industry.php
http://jurnalmaritim.com/2015/03/dwelling-time-pelabuhan-indonesia-turun-menjadi-4-hari-dalam-3-bulan/



You Might Also Like

0 komentar

SUBSCRIBE NEWSLETTER

Get an email of every new post! We'll never share your address.

Popular Posts